Stop Judi Online, Rencana Pembatasan Game Online di Indonesia: Komdigi Menanti Arahan Presiden Prabowo dan Masa Depan Dunia Digital Tanah Air

Rencana Pembatasan Game Online di Indonesia Komdigi Menanti Arahan Presiden Prabowo dan Masa Depan Dunia Digital Tanah Air

Stop Judi Online! Komdigi menanti arahan Presiden Prabowo soal pembatasan Game Online. Jauhi bahaya Judol yang ilegal selagi regulasi game legal dibahas.
Wacana pembatasan game online yang dilontarkan oleh Presiden Prabowo Subianto menjadi salah satu topik paling hangat di dunia digital Indonesia minggu ini. Di tengah meningkatnya perhatian terhadap dampak sosial teknologi terhadap anak-anak dan remaja, langkah Presiden ini disambut dengan campuran reaksi — antara dukungan, kekhawatiran, hingga rasa ingin tahu akan seperti apa masa depan dunia game di Indonesia.

Kini, bola berada di tangan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Namun, kementerian tersebut memilih untuk menunggu arahan resmi dari Presiden sebelum mengambil langkah konkret. Di balik sikap hati-hati ini, tersimpan dinamika besar antara perlindungan generasi muda dan pertumbuhan industri digital yang tengah melesat.

Dari Ledakan di Sekolah ke Ledakan Wacana Nasional

Segalanya berawal dari peristiwa tragis di SMA Negeri 72 Jakarta pada 7 November 2025. Ledakan yang melukai beberapa siswa memicu gelombang keprihatinan nasional. Dalam investigasi awal, muncul dugaan bahwa pelaku terinspirasi dari konten kekerasan di dunia maya — termasuk dari game online bertema peperangan.

Presiden Prabowo merespons cepat. Dalam pernyataannya di Istana Negara, ia menekankan bahwa pemerintah akan meninjau pengaruh game online terhadap perilaku anak muda, dan membuka wacana pembatasan akses.

“Kita perlu mencari cara untuk membatasi dan menanggulangi pengaruh-pengaruh negatif dari game online,” ujar Presiden Prabowo tegas dalam konferensi pers pasca-insiden.

Kata “pembatasan” itu menjadi kata kunci yang menggema ke seluruh penjuru media sosial dan forum gamer. Banyak yang mendukung, namun tidak sedikit pula yang bertanya-tanya: sejauh mana pembatasan itu akan diterapkan?

Komdigi: Siap Menindaklanjuti, Tapi Menunggu Komando Presiden

Beberapa hari kemudian, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memberikan klarifikasi. Melalui Staf Ahli Bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya, Raden Wijaya Kusumawardhana, Komdigi menyatakan bahwa pihaknya masih menunggu instruksi resmi dari Presiden Prabowo.

“Kami siap menindaklanjuti arahan Presiden. Namun, karena ini isu baru dan berdampak luas, kami akan menunggu petunjuk lebih lanjut sebelum menyusun kebijakan teknis,” ujarnya dalam acara di Universitas Gadjah Mada, Sleman (11 November 2025).

Komdigi juga menegaskan bahwa Indonesia sebenarnya sudah memiliki dasar hukum untuk melindungi anak di ranah digital, yakni melalui Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 (PP Tunas Digital) yang mengatur perlindungan anak dari konten daring berisiko.

Namun, PP tersebut masih bersifat umum. Untuk bisa diterapkan pada konteks game online, diperlukan interpretasi dan peraturan turunan yang lebih spesifik — inilah yang kini sedang menunggu arahan dari Presiden.

Antara Perlindungan dan Kebebasan Bermain

Wacana pembatasan ini segera memantik perdebatan. Bagi sebagian pihak, langkah ini dianggap sebagai bentuk tanggung jawab negara untuk melindungi generasi muda dari pengaruh negatif dunia maya, terutama konten yang mengandung kekerasan ekstrem atau interaksi daring yang tidak terkendali.

Namun, di sisi lain, gamer dan pelaku industri digital menilai pembatasan semacam itu berisiko “salah sasaran”. Dunia game, kata mereka, tidak bisa disamaratakan dengan tindakan destruktif di dunia nyata.

“Game adalah bentuk ekspresi budaya dan hiburan modern. Kalau ada masalah perilaku, itu bukan salah gamenya, tapi bagaimana kita mendidik dan mengarahkan pemain muda,” ujar Andreas Surya, Ketua Asosiasi Game Indonesia (AGI).

Andreas menambahkan bahwa game bisa menjadi media pendidikan, kreativitas, bahkan sumber ekonomi baru. “Yang perlu dilakukan bukan membatasi gamenya, tapi menguatkan literasi digital dan kontrol orang tua,” tambahnya.

Bagaimana Pembatasan Akan Diterapkan?

Komdigi belum mengumumkan detail kebijakan, namun sejumlah skema tengah dikaji oleh tim internal dan para ahli digital. Beberapa kemungkinan yang dibahas antara lain:

  1. Verifikasi usia digital — sistem yang membatasi akses game tertentu berdasarkan usia pengguna, seperti yang diterapkan di Jepang dan Korea Selatan.

  2. Peningkatan sistem rating konten melalui kerja sama dengan Indonesia Game Rating System (IGRS), agar klasifikasi usia benar-benar ditegakkan di platform distribusi seperti Play Store dan Steam.

  3. Pembatasan jam bermain anak di bawah umur, yang bisa diatur melalui integrasi akun pengguna dengan data kependudukan nasional (NIK).

  4. Kerja sama lintas kementerian, termasuk Kemendikdasmen, KemenPPPA, dan Kemenag, untuk mengintegrasikan kebijakan ini dengan program pendidikan karakter dan bimbingan keluarga.

  5. Pengawasan konten live streaming — termasuk siaran e-sports atau konten “game violence” di platform digital.

Langkah-langkah ini disebut akan disusun secara “berjenjang”, agar tidak langsung menekan kebebasan digital masyarakat dewasa.

Dampak Terhadap Industri Game dan Ekonomi Kreatif

Indonesia kini menjadi salah satu pasar game terbesar di Asia Tenggara, dengan lebih dari 170 juta pemain aktif dan nilai pasar yang menembus Rp40 triliun per tahun.

Jika pembatasan diterapkan secara kaku, banyak pihak khawatir hal itu bisa berdampak pada:

  • Menurunnya minat investasi di sektor game dan e-sports.

  • Berkurangnya peluang kerja bagi pengembang, streamer, caster, dan pelaku konten digital.

  • Berkurangnya daya saing global bagi studio game lokal seperti Toge Productions, Agate, dan Digital Happiness yang selama ini membanggakan nama Indonesia di kancah internasional.

Namun di sisi lain, pembatasan yang diiringi edukasi dan kolaborasi bisa melahirkan ekosistem baru: game edukatif, konten ramah anak, dan penguatan literasi digital.

“Kebijakan ini bisa menjadi pedang bermata dua. Kalau dirancang dengan tepat, bisa jadi tonggak kemajuan. Tapi kalau gegabah, bisa mematikan potensi ekonomi kreatif kita,” kata ekonom digital Hendri Sulaiman dari Universitas Indonesia.

Pelajaran dari Negara Lain

Indonesia bukan satu-satunya negara yang berdebat soal pengaruh game terhadap anak.

  • Tiongkok membatasi waktu bermain anak di bawah 18 tahun hanya 3 jam per minggu untuk game online.

  • Korea Selatan pernah menerapkan “Cinderella Law” yang melarang anak di bawah umur bermain game online setelah tengah malam.

  • Eropa dan Amerika lebih memilih pendekatan edukatif — memperkuat sistem rating, literasi digital, dan tanggung jawab orang tua.

Para pakar menilai Indonesia sebaiknya tidak menyalin mentah-mentah model pembatasan dari negara lain, melainkan menyesuaikannya dengan kultur digital lokal yang unik dan dinamis.

Suara dari Akar Rumput

Di forum komunitas gamer seperti Reddit dan X (Twitter), muncul tagar #SaveGameIndonesia dan #BijakBermainGame.
Beberapa pengguna menyuarakan kekhawatiran bahwa wacana ini bisa menjadi awal dari “sensor berlebihan”, sementara yang lain mendukung dengan alasan perlindungan moral.

Seorang gamer asal Bandung menulis:

“Kalau tujuannya melindungi anak-anak, ya jangan semua dibatasi. Orang dewasa juga main game, dan banyak dari kami yang hidup dari industri ini.”

Sementara seorang orang tua di Yogyakarta menulis:

“Kalau anak saya main game sampai pagi dan malas belajar, siapa yang salah? Bukan gamenya, tapi kurangnya bimbingan di rumah.”

Komentar-komentar itu menunjukkan satu hal: isu ini menyentuh lapisan yang sangat dalam — dari psikologi, ekonomi, hingga budaya keluarga Indonesia.

Menunggu Arah: Antara Kontrol dan Kepercayaan

Kini semua mata tertuju pada Presiden Prabowo Subianto. Arahan beliau akan menentukan arah kebijakan digital Indonesia di era baru — apakah menuju pengawasan yang ketat, atau literasi yang inklusif.

Komdigi, sementara itu, menyiapkan infrastruktur digital dan konsultasi lintas sektor agar kebijakan yang akan datang bersifat “adaptif dan berimbang”.

“Kita tidak ingin mematikan kreativitas digital, tapi juga tidak ingin generasi muda tumbuh tanpa batasan,” ujar salah satu pejabat Komdigi yang enggan disebut namanya.

Menuju Ruang Digital yang Sehat dan Cerdas

Perdebatan soal pembatasan game online di Indonesia tidak semata tentang larangan atau kebebasan. Ini adalah refleksi tentang bagaimana bangsa ini memandang masa depan anak-anaknya di dunia digital.

Presiden Prabowo mungkin benar bahwa dunia maya membutuhkan batas. Tapi batas yang terbaik bukan selalu tembok — melainkan kompas moral dan literasi yang menuntun generasi muda untuk memilih dengan bijak.

Selama kebijakan ini dijalankan dengan riset, transparansi, dan kolaborasi, Indonesia berpeluang besar menciptakan ekosistem digital yang aman, produktif, dan tetap kreatif — tempat di mana bermain dan belajar bisa berjalan beriringan, tanpa saling meniadakan.

7 thoughts on “Stop Judi Online, Rencana Pembatasan Game Online di Indonesia: Komdigi Menanti Arahan Presiden Prabowo dan Masa Depan Dunia Digital Tanah Air”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *