Stop Judi Online, Akhir Sebuah Era: Kepergian Marc-Alexis Côté dari Ubisoft dan Bayangan Baru di Balik Assassin’s Creed

Akhir Sebuah Era Kepergian Marc-Alexis Côté dari Ubisoft dan Bayangan Baru di Balik Assassin’s Creed

Stop Judi Online! Fokus ke perkembangan game yang sah. Marc-Alexis Côté (Bos AC) tinggalkan Ubisoft di tengah isu restrukturisasi. Masa depan Assassin’s Creed?

Ketika kabar itu akhirnya pecah—bahwa Marc-Alexis Côté, otak kreatif sekaligus arsitek utama di balik franchise Assassin’s Creed,

meninggalkan Ubisoft setelah dua puluh tahun—industri game seolah berhenti sejenak untuk menatap mundur.

Bagi sebagian besar penggemar, Côté mungkin bukan nama yang langsung dikenali seperti Ezio Auditore atau Altaïr.
Namun di balik layar, dialah dalang yang memandu seri ini melewati masa-masa paling kritis: dari transformasi Assassin’s Creed menjadi RPG dunia terbuka,

hingga ekspansi besar-besaran yang menjadikannya salah satu IP paling berpengaruh di dunia.

Kini, kepergiannya menandai berakhirnya satu era—dan sekaligus, mungkin, awal dari era yang sama sekali baru.

Dua Puluh Tahun Dalam Bayangan Kapucong

Marc-Alexis Côté bukan sekadar “karyawan lama” Ubisoft. Ia adalah saksi hidup evolusi perusahaan itu sendiri.

Bergabung pada 2005, Côté memulai kariernya sebagai software engineer di Ubisoft Quebec—studio yang kala itu masih

dianggap “tim pendukung” bagi Ubisoft Montreal. Namun perlahan, ia menanjak.
Ia belajar memahami bahasa Assassin’s Creed, ikut mengarahkan Brotherhood, lalu memimpin Assassin’s Creed III sebagai game director.

Namun puncak perjalanannya datang ketika ia dipercaya menjadi creative director untuk Assassin’s Creed Syndicate (2015).
Game itu, meski tak sepopuler Black Flag atau Origins, menandai momen penting: pertama kalinya studio Quebec mengambil alih

penuh produksi utama seri Assassin’s Creed.

Dan sejak itu, posisi Côté kian kuat.
Ia membantu mendefinisikan ulang arah seri melalui Origins, Odyssey, dan Valhalla — menjadikan Assassin’s Creed bukan hanya kisah tentang

pembunuhan dan sejarah, tapi juga eksplorasi identitas, filosofi, dan kebebasan dalam dunia digital yang luas.

Sang Visioner yang Menyusun “Infinity”

Pada 2022, Ubisoft mempercayakan Côté peran yang belum pernah ada sebelumnya:
Executive Producer Assassin’s Creed Franchise — posisi yang membuatnya menjadi semacam “guardian” seluruh semesta AC.

Di bawah visinya, lahirlah proyek ambisius Assassin’s Creed Infinity — bukan sekadar game, melainkan platform jangka panjang

yang akan menjadi rumah bagi semua cerita Assassin’s Creed di masa depan.

Konsep ini, meski kontroversial, mencerminkan keberanian Ubisoft untuk berpindah dari model “rilis tahunan” menuju ekosistem hidup,

dengan berbagai timeline dan protagonis yang saling terhubung.

“Assassin’s Creed bukan hanya seri game, tapi warisan digital,” kata Côté dalam wawancaranya dengan GameSpot pada 2023.

“Kami ingin membuat ruang di mana masa lalu, masa kini, dan masa depan franchise bisa hidup bersama.”

Ironisnya, hanya dua tahun kemudian, sosok yang merancang fondasi platform itu memilih keluar dari perusahaan yang menjadi rumahnya selama dua dekade.

Ketika Ubisoft Berubah: Lahirnya Vantage Studios

Keputusan Côté meninggalkan Ubisoft datang bersamaan dengan restrukturisasi besar-besaran di tubuh perusahaan.
Pada September 2025, Ubisoft mengumumkan pembentukan Vantage Studios, anak perusahaan baru yang akan mengelola tiga IP andalan: Assassin’s Creed, Far Cry, dan Rainbow Six.

Langkah ini bukan sekadar perubahan nama.
Vantage Studios dibentuk dengan dukungan finansial dari Tencent, raksasa teknologi Tiongkok yang selama beberapa tahun terakhir telah memperluas investasinya di industri game global.

Ubisoft mengklaim langkah ini adalah cara untuk “meningkatkan efisiensi dan memberi otonomi kreatif yang lebih besar” kepada tim-tim pengembang.
Namun bagi sebagian orang di dalam, termasuk Côté, restrukturisasi ini mungkin terasa seperti pergeseran filosofi — dari visi kreatif menuju orientasi bisnis yang lebih keras.

Menurut laporan Video Games Chronicle, Côté sebenarnya ditawari posisi kepemimpinan di Vantage Studios.
Namun ia menolak, memilih untuk mundur dengan elegan, meninggalkan warisan yang sudah ia bentuk, ketimbang menjalankan sesuatu yang tidak lagi sejalan dengan idealismenya.

Mengapa Ini Penting

Bagi Ubisoft, Côté bukan sekadar pimpinan proyek. Ia adalah the voice of Assassin’s Creed.
Seorang kurator yang memastikan tiap entri, dari Origins hingga Hexe, tetap memiliki ruh yang sama — yaitu hubungan antara manusia dan sejarah, antara kebebasan dan takdir.

Kepergiannya menciptakan kekosongan besar, terutama di saat franchise tengah berada di masa transisi.
Ubisoft baru saja meluncurkan Assassin’s Creed Shadows, mempersiapkan Assassin’s Creed Hexe, dan memperluas universe lewat proyek multimedia seperti seri animasi dan kolaborasi dengan Netflix.

Pertanyaannya kini bukan hanya “siapa yang menggantikan Côté,” tapi juga “apakah arah Assassin’s Creed akan berubah tanpa dia?”

Reaksi Komunitas: Duka, Optimisme, dan Ketakutan

Berita ini dengan cepat menyebar di komunitas Assassin’s Creed — dari Reddit hingga Discord resmi.
Sebagian besar pemain menunjukkan rasa kehilangan mendalam:

“Côté bukan hanya orang di balik game, dia penjaga filosofi Assassin’s Creed. Tanpa dia, aku takut seri ini kehilangan jiwanya.” — Komentar pengguna u/Arno_Dorian_1989 di r/AssassinsCreed.

Namun tak sedikit pula yang memandang kepergiannya sebagai tanda bahwa Ubisoft mungkin sedang membuka lembar baru.

“Mungkin ini waktu yang tepat untuk penyegaran. Assassin’s Creed sudah terlalu besar — mungkin butuh pemimpin baru untuk membawanya ke arah yang berbeda.” — u.LucyStillLives.

Di media sosial, banyak penggemar menyoroti bagaimana perubahan besar ini terjadi bersamaan dengan naiknya pengaruh investor seperti Tencent, yang memicu perdebatan klasik antara “visi kreatif” dan “monetisasi agresif”.

Membaca Pola: Ubisoft dan Pergantian Generasi Kreatif

Côté bukan satu-satunya tokoh besar Ubisoft yang pergi dalam dekade terakhir.
Nama-nama seperti Jade Raymond, Ashraf Ismail, Serge Hascoët, hingga Dan Hay telah lebih dulu meninggalkan perusahaan — masing-masing membawa cerita dan alasan berbeda.

Fenomena ini mencerminkan dinamika unik Ubisoft sebagai perusahaan: besar, terdesentralisasi, namun kadang terjebak antara idealisme kreatif dan tekanan finansial dari investor serta pasar global.

Kini, dengan Vantage Studios mengambil alih arah strategis tiga franchise utama, Ubisoft tampaknya mencoba mengadopsi model manajemen

Marvel-style universe” — di mana tiap IP dikelola secara otonom namun tetap dalam ekosistem terintegrasi.

Masalahnya, tanpa figur seperti Côté, siapa yang akan menjadi “Kevin Feige”-nya Assassin’s Creed?

Antara Seni dan Bisnis: Dilema Abadi Ubisoft

Sulit menafsirkan kepergian Côté tanpa menyentuh konteks lebih luas: bagaimana Ubisoft, dalam dekade terakhir, mencoba bertahan di tengah tekanan industri yang berubah cepat.

Model live service kini menjadi fokus, sementara game-game berbasis narasi murni mulai berkurang.
Ubisoft bahkan dikabarkan membatalkan beberapa proyek eksperimental — termasuk sebuah game Assassin’s Creed berlatar perang saudara Amerika, yang disebut terlalu “berisiko secara politik”.

Bagi banyak veteran seperti Côté, yang memandang Assassin’s Creed sebagai ruang untuk bereksperimen dengan tema moral, sejarah, dan filosofi, arah baru ini mungkin terasa asing.

Seperti kata seorang mantan desainer Ubisoft yang tak ingin disebutkan namanya:

“Ubisoft hari ini tidak sama dengan Ubisoft yang kami cintai sepuluh tahun lalu. Dan Côté tahu itu.”

Masa Depan Assassin’s Creed: Tanpa Penjaganya

Meski Côté pergi, mesin Assassin’s Creed terus berputar.
Ubisoft masih memiliki tim yang sangat besar, roadmap yang matang, dan teknologi modern yang bisa mendorong seri ini ke level baru.

Assassin’s Creed Hexe, misalnya, disebut akan membawa nuansa horror-witchcraft yang gelap dan eksperimental — sesuatu yang belum pernah dilakukan franchise ini sebelumnya.
Sementara Infinity tetap dijadwalkan untuk peluncuran bertahap mulai 2026.

Namun di balik semua itu, ada perasaan aneh di kalangan penggemar:
Tanpa Marc-Alexis Côté, apakah Assassin’s Creed masih Assassin’s Creed yang kita kenal?

Warisan yang Tak Mudah Dilupakan

Dalam wawancara terakhirnya di tahun 2024, Côté pernah berkata:

“Assassin’s Creed selalu tentang hubungan antara masa lalu dan masa depan — bukan hanya di dalam cerita, tapi juga dalam cara kami membuatnya. Kami belajar dari sejarah kami sendiri.”

Kini, kata-kata itu terasa seperti perpisahan yang disengaja.
Sebuah pesan terakhir dari kreator yang tahu kapan waktunya berhenti, sebelum idealisme yang ia cintai ikut larut dalam politik perusahaan.

Bagi Ubisoft, kepergian Marc-Alexis Côté adalah kehilangan besar.
Namun bagi Côté sendiri — mungkin ini hanyalah awal dari bab baru dalam perjalanan panjangnya di dunia game.

Karena bahkan seorang Assassin tahu… setiap perpisahan adalah permulaan dari cerita lain.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *